Tuesday, August 7, 2012

Gatot

Posted on Multiply, Apr 14, 2008 9:01 PM


Jelas itu bukan nama pasangan. Apalagi nama mertua. Dan seingat saya, saya tidak mempunyai teman atau kerabat yang bernama Gatot. Jadi sebenarnya, siapa Gatot? Mm, lebih tepatnya, apa yang saya maksud ini? Jadi, begini ceritanya:
Sewaktu hamil, saya terobsesi memberikan ASI ekslusif untuk si kecil. Tapi apa daya, ASI saya ternyata tidak sederas air terjun Niagara. Tapi, layaknya air PAM, kadang deras, seringnya mampet. Sementara si kecil bak pompa air. Jadilah, obsesi saya itu Gatot alias gagal total.
Tiga hari pertama setelah melahirkan, ASI saya tidak keluar sama sekali. Terpaksa si kecil minum susu formula. Bagus untuk si kecil, tapi tidak untuk saya. Rupanya obsesi yang gatot itu mempengaruhi saya. Saya stress, terutama selama 2 minggu pertama kehidupan si kecil. Saya terus-terusan menangis karena merasa tidak mampu memberikan ASI yang cukup. Nafsu makan saya pun menurun drastis. Pernah, saya tidak makan dari siang sampai keesokan paginya. Akibatnya, hampir seminggu tubuh saya demam dan merasa lelah luar biasa.
Pasangan was-was. Dia takut saya kena typhus karena kecapaian mengurus si kecil. Akhirnya kami pergi ke dokter. Setelah diagnosa, dokter memberi obat. Belakangan, saya tahu kalau salah satu obat adalah obat sakit maag—harganya membuat saya meringis karena dompet menipis!
Kembali lagi ke ASI. Oleh teman, saya dianjurkan banyak makan daun katuk. Wah, mertua saya lebih kalap. Beliau memburu katuk, bahkan sebelum daun-daun itu turun daripick up pengangkut di pasar. Tidak hanya katuk, pepaya muda pun teronggok dengan manisnya di meja makan. Sampai-sampai, tetangga saya yang juga baru melahirkan berkata, “Sampai budek makan daun katuk.” Tapi tetap saja, ASI saya layaknya air PAM, kadang deras, seringnya mampet. Saya pun pasrah. Mungkin memang sudah suratan takdir: Saya harus dijajah susu formula.

No comments:

Post a Comment