Tuesday, August 7, 2012

Sapu Lidi

Posted on Multiply, May 29, 2007 12:34 PM


"Assalamuallaikum Pak! Sapu lidinya??"
Saya dan pasangan sedang menuju Margo City ketika disapa oleh penjual sapu lidi tersebut. Mereka--ayah dan anak kecilnya--duduk menanti pembeli di trotoar jalan. Pasangan saya menolak dengan tersenyum lembut. Kami memang belum membutuhkan sapu lidi saat ini. Sebab setengah dari pekarangan rumah kontrakan kami berupa konblok. Tidak ada pohon di pekarangan tersebut kecuali seperempat bagian pohon ceri tetangga depan. Sejauh ini, kami tidak butuh sapu lidi.
Sapaan beberapa detik itu membuat hati saya bergetar. Mereka mungkin butuh uang untuk sekedar mengganjal perut malam itu. Atau mungkin mereka mengumpulkan uang karena istri dan ibu anaknya sakit di rumah. Siapa yang tahu.
Sapaan itu masih terngiang-ngiang di pikiran saya sampai saat ini. Ingatan saya pun kembali ke beberapa tahun yang lalu. Ketika itu kakak menyuruh saya membeli sapu lidi dari engkong-engkong yang kebetulan lewat di depan rumah. Begitu melihat fisik engkong tersebut saya tidak tega. Tubuhnya kelewat ringkih. Saya tanya berapa harga sapu lidinya. Siengkong menjawab tiga ribu rupiah. Tanpa pikir panjang saya bayar sapu lidi sesuai harga yang diminta. Begitu kembali ke dalam rumah, kakak saya bertanya berapa harga sapu lidi tersebut. Saya jawab sejujurnya. Saat itu juga saya diomeli karena menurutnya harga itu terlalu mahal. Saya balas mengomel. Tiga ribu rupiah harga yang pantas. Malah menurut saya kurang banyak. Di supermaket, harga sapu lidi sebesar itu bisa berkali lipat.
Kadang saya berpikir, Allah masih sayang dengan saya dan pasangan. Buktinya Allah masih menegur atau menyapa kami melalui kejadian-kejadian tersebut. Betapa kami masih jauh lebih beruntung daripada orang-orang di sekitar kami.
Semoga Allah masih terus mengingatkan kami untuk bersyukur!!

No comments:

Post a Comment