Tuesday, September 11, 2012

Sekolah Rumah

Posted on Multiply, January 25, 2012 12:32 AM

Saya ini jebolan sekolah formal. Begitu juga pasangan. Di awal kehamilan Chaska, saya sudah berkeinginan untuk tidak memasukkan Chaska ke sekolah formal. Alasannya, saya mau Chaska bermain dan bersenang-senang sesuai usianya. Pasangan pun memberikan lampu hijau. Awalnya, saya rajin mencari informasi mengenai sekolah rumah atau bahasa ndesonya itu homeschooling(HS)Termasuk ikut milis sekolah rumah yang sekarang hampir tidak pernah saya kunjungi, hehe. Lama kelamaan, saya semakin tidak rajin mencari informasi mengenai HS. Mungkin juga karena menunda. 

Sekarang, Chaska menjelang empat tahun. Tadinya, saya terpikir untuk memasukkan Chaska ke PAUD dekat rumah. Alasannya, saya mau Chaska berinteraksi dengan anak-anak seusianya. Tapi, begitu tahu kalau PAUD zaman sekarang ternyata sudah mulai mengajarkan baca tulis, saya mulai ragu-ragu. Bukannya terlalu dini untuk mengajarkan anak usia 4-6 tahun membaca dan menulis? Ini menurut saya lho, ya .

Yang membuat saya maju mundur menjalankan HS ini justru bukan Chaska. Tetapi, saya yang merasa khawatir tidak mampu menjadi guru dan mentor untuk Chaska. Kalau saya menjalankan HS, otomatis saya dan pasangan juga perlu belajar lagi dan lagi dan lagi dan seterusnya. Untuk sekarang, saya kembali mencari dan menggali lagi seluk beluk HS ini. Doakan saya yaa!

di.le.ma

Posted on Multiply, January 13, 2012 8:54 AM

Berminggu-minggu dilema. Akibatnya insomnia dan selalu lapar meskipun sudah makan terus. Indikasi stress menuju depresi.

Jadi begini: seperti yang kita tahu, pertanyaan antara manusia di dunia ngga jauh-jauh dari kapan lulus, kapan nikah, kapan punya anak, dst. Sudah punya anak satu, ditanya lagi kapan kakaknya dikasih adik. BUM! Itulah yang saya pikir terlalu heboh akhir-akhir ini: anak kedua. 

Duluu, waktu anak pertama saya baru seumur jagung, saya membatin kalau saya akan mulai program anak kedua setelah si sulung berumur dua tahun. Kenyataannya, tahun ini anak saya akan berumur empat tahun. Saya sudah menunda hampir dua tahun. Alasannya: saya ngga siap punya anak kedua. Alasan utamanya: saya takut miskin. Bukan jenis takut miskin yang kalau punya anak kedua akan ada pengeluaran ekstra sehingga uang saya habis dan jadi miskin. Bukan begitu. Saya takut, suatu saat di masa depan, saya ngga punya uang untuk menghidupi anak-anak saya. 

Sedangkan, pasangan saya inginnya punya anak lagi. Takut itu wajar katanya. Ya harus dihadapi. Ya ampun, saya belum hamil lagi saja takutnya setengah mati. Saya justru khawatir, kalaupun saya hamil lagi itu karena tekanan dari lingkungan sekitar. Saat-saat kayak begini, sepertinya cuma bisa bertanya sama Allah. 

Bingo!

Posted on Multiply, January 3, 2012 9:04 AM

Sudah lama sekali saya tidak menulis disini. Sebab empunya blog ini sedang pindah "rumah" ke sini. Meskipun begitu, saya masih sering mampir kesini. Sekedar melihat-lihat dan mengenang. Saya tahu, MP Indonesia sekarang ini lebih fokus mengurusi pasar dunia maya. Jadi, mereka melakukan berbagai perubahan di sitenya. Mereka mengakui, sejalan dengan perubahan itu akan ada beberapa masalah yang timbul. Masalah itu rupanya muncul juga di site ini. Bahasa tampilan di site ini tiba-tiba berubah jadi bahasa Spanyol, Portugis, gado-gado. Belakangan, masalah lain timbul, halaman muka site tampil polos. Beberapa link ke halaman hilang. Saya stres. Bagaimanapun, site ini adalah memento. Saya menulis disini sejak masih kuliah sampai sekarang punya anak. Banyak cerita dan foto disini. Kalau sampai hilang, mati awak!

Akhirnya, saya mengirim surel pengaduan berbahasa Inggris ke admin MP . Selang beberapa hari, mereka membalas surel saya dengan...bahasa Indonesia . Yeah, saya sebenarnya sadar kalau admin MP Indonesia itu masih sebangsa setanah air . Respon mereka cukup cepat lhoo. Tahu-tahu, bahasa tampilan di site sudah normal. Tapi, halaman muka masih polos, link-link itu masih hilang. Akhirnya saya kirim surat pengaduan lagi. Maka, kami pun berbalasan surel. Surel terakhir yang saya kirim mengeluhkan link yang hilang itu. Tiba-tiba, triiing...triiiing, saya menyadari se..su..a..tu. Saya masuk ke halaman muka, klik customize my site dan klik unhide link-link itu . Tapii, demi Allah saya tidak meng-hide link-link itu lho. Cepat-cepat saya kirim surel ke admin MP, mengatakan kalau masalah sudah beres. Pfiuuuhh..Thanks God!

PS. Tulisan ini merupakan tulisan ulangan. Tadi, karena terlalu bersemangat menulis, saya tanpa sadar meng-klik tombol undo yang di pojok kiri atas itu 

Sekedar Melepas Kangen

Posted on Multiply, August 23, 2011 10:01 AM

Walah, lama betul saya tidak menulis di blog ini. Soalnya empunya blog sedang pindah ke blog sebelah. Gaya pula, menulisnya pakai bahasa Inggris . Padahal bahasa Inggris pasif juga masih ngalor ngidul. Blog ini niatnya dipakai untuk menulis apapun. Kenyataannya, sejak Chaska lahir, blog ini lebih banyak diisi dengan tetek bengek yang berbau Chaska . Yup, I'm a proud mama! Omong-omong, saya juga sudah lama yangga menulis tentang Chaska?

Membatin: Maafkan ibumu ini, nak! Padahal, suatu hari nanti, kamu bisa baca kehidupan kamu via blog mama.

Benar deh, menulis itu perlu waktu lama untuk berpikir. Tapi, bagaimana bisa konsentrasi kalau setiap detik ada suara, "Fire in the hall!" atau "Double kill!" *derita pemakai warnet yang didominasi bocah-bocah Point Blank*

Corat Coret

Posted on Multiply, March8, 2011 11:14 AM

Dulu, saya pernah bermimpi menjadi pemimpin redaksi majalah perempuan. Meskipun, saya sendiri belum pernah sekalipun bekerja di majalah perempuan. Namanya juga mimpi, hehe. Sekarang, saya hampir melupakan mimpi itu. Saya beranggapan seorang pemimpin redaksi itu harus mencurahkan waktu untuk majalah yang dia pimpin. Sekarang, saya lebih memilih menghabiskan waktu dengan anak saya yang luar biasa cerdas dan aktif. Rasanya sayang melewatkan waktu yang berharga ini demi karier. 

Tapi, saya belum melupakan keinginan menjadi penulis. Penulis fiksi lebih tepatnya. Yah, tulisan yang santai-santai saja. Tidak perlu yang berat, sarat makna dan sebagainya. Mungkin semacam chicklit atau teenlit. Tetapi, ternyata menulis cerita ringan pun tidak mudah (ah, alasan ).

Sekarang ini saya lebih senang corat coret tulisan apapun di buku tulis. Kenapa buku? Ngga komputer? Pertama, komputer saya rusak. Kedua, setiap kali menyalakan komputer, anak saya pasti ikut nimbrung. Corat coretnya pun kalau anak sudah tidur. Yah, paling tidak sekarang ada usaha untuk mulai menulis. Tul, gak?

Adik atau Anak Ke-2?

Posted on Multiply, September 23, 2010 10:51 AM

Dulu, waktu Chaska belum lahir, saya berencana punya anak lagi setelah Chaska berumur tiga tahun. Sekarang Chaska berumur 2,5 tahun. Saya sudah mulai menyebut-nyebut kemungkinan untuk hamil lagi. Baik di pasangan, keluarga pasangan dan Chaska sendiri.

Berikut percakapan saya dengan Chaska:
Saya: "Aka mau punya adek ngga?"
Chaska: "Nda mau."
Saya: "Aka kan anak ke satu, kalau mama mau punya anak ke dua, boleh?"
Aka: "Iya,boleh."

Kami semua yang mendengar jawabannya langsung tertawa ngakak. 

Dua Bulan Saja

Posted on Multiply, September 7, 2010 5:03 PM

Ya, baru dua bulan saya merasakan manis pahitnya menjadi ibu rumah tangga. Karena beberapa pertimbangan, kami kembali lagi ke rumah orang tua di Bekasi. Sebelumnya, pasangan bertanya ke saya, "Apa Yo yakin mau pindah?" Sambil sesenggukan, saya menggeleng. Meskipun begitu, kami tetap pindah. 
Dulu, waktu masih tinggal dengan orang tua, kami jarang melakukan pekerjaan rumah tangga. Terlebih lagi karena kami berdua bekerja. Ketika mandiri, semua dikerjakan sendiri termasuk masak. Pada saat hidup mandiri itulah, saya baru tahu ternyata saya bisa masak! Selama tinggal dengan mertua, saya tidak pernah masak kecuali air panas, mi rebus, dan telur ceplok/dadar. Selain itu, ada ibu mertua yang jadi koki keluarga. 
Pada saat mandiri, saya keranjingan mencoba resep baru. Sebab, di rumah mertua, menu masakannya itu-itu saja.
Kemarin lusa, saya melihat kesempatan untuk masak. Menunya sederhana: teri balado. Buru-buru saya mengulek, menggoreng, mengaduk dan voila! Tapi, memang dasar seleranya beda. Mereka sepertinya ogah-ogahan makan masakan saya. 
Dari situ saya memutuskan: ok, saya tidak akan masak lagi kecuali di rumah sendiri. Toh, yang saya butuhkan dalam memasak itu cuma buku resep dan keyakinan.

Profesi: Ibu Rumah Tangga

Posted on Multiply, April 27, 2010 12:23 PM


Yup, palu sudah diketuk. Surat pengunduran diri sudah diajukan. Kelak, jika suatu hari ditanya apa profesi saya, dengan mantap dan bangga saya akan menjawab: ibu rumah tangga.
Beberapa staf di kantor menyayangkan keputusan saya. Termasuk bos-bos besar. Ada juga yang mengira saya mengundurkan diri karena tidak tahan dengan situasi dan kondisi kantor yang baru. Memang, dua bulan yang lalu, ada orang baru di kantor. Beliau atasan saya juga. Beliau diminta bergabung ke kantor untuk membenahi sistem keredaksian yang agak berantakan. Beberapa orang kesulitan beradaptasi dan memilih hengkang. Saya justru bersukacita dengan kehadiran bos baru ini. Deskripsi kerja saya menjadi jelas dan tiba-tiba saya menjadi luar biasa sibuk. But I love it.
Datanglah prahara itu. Kami, saya dan pasangan, berselisih mengenai mendidik anak kami. Semakin hari, hubungan kami semakin tidak sehat. Akhirnya kami memutuskan untuk hidup mandiri. Masalahnya, kami belum bisa mempercayakan pengasuhan anak ke orang lain. Maka, diputuskanlah bahwa saya yang akan mengurus dan merawat anak kami.
Beberapa orang kantor masih berusaha mengubah pendirian saya. Wah, saya sudah sangat mantap dan yakin untuk menjalani profesi baru ini. Lagipula, dunia saya tidak berhenti hanya karena menjadi ibu rumah tangga  .

Kebas

Posted on Multiply, April 19 2010 4:20 PM


Lagi, pertengkaran yang sama. Saya, yang biasanya selalu menahan amarah, meledak. Kali ini, bukan cuma makian yang saya keluarkan. Tangan saya pun melayang ke adik ipar. Di depan Chaska pula. Sungguh, itu perilaku yang bodoh sekali. Yah, ibaratnya kami seperti dua petarung yang sama-sama super buodoh.
Meskipun saya sudah minta maaf dan tidak tahu dia menerima atau tidak, saya merasa getir. Bukan ke adik ipar, tapi ke Chaska. Saya tidak peduli dengan mereka. Yang saya pikirkan: Chaska! How can I, his mother, do such stupid thing in front of him?
Yah, pada akhirnya terbukalah rencana kami yang ingin hidup mandiri. Tapi, rencana itu dipahami sebagai usaha kami menjauhkan Chaska dari mereka. Mereka berasumsi pertengkaran-pertengkaran itu sengaja kami buat supaya kami punya alasan untuk pergi . Kenapa jadi begini? Kami mau pindah dengan baik-baik, kok. Tapi, situasi dan kondisi justru semakin memburuk.
Hari ini, masih cukup lama dari rencana kepindahan kami. Bagaimana saya bisa bertahan dalam kurun waktu tertentu di tempat dimana saya justru merasa tidak nyaman?

Coretan Setengah Hati

Posted on Multiply, March 31, 2010 10:14 AM


Untuk kesekian kalinya, saya dan pasangan bertengkar dengan keluarga pasangan. Pagi buta pula! Lagi-lagi, masalah yang sama. Chaska tantrum hampir setiap malam. Saya dan pasangan biasanya cuek, bukan berarti tidak peduli. Tapi, entah omanya, opanya atau tantenya selalu jadi dewa penyelamat. Begitu terus. Capek. Yang menyedihkan, sampai-sampai kami dibilang melakukan KDRT terhadap Chaska karena cuek. Ya Allah!
Sampai akhirnya tercetus di otak: Hei, bukankah menurutmu kita sudah terlalu lama tinggal di rumah ini? Adik-adikmu sudah diberi peringatan untuk lulus semester ini atau kalau tidak, silahkan bayar sendiri. Kewajiban kita sudah mulai berkurang bukan? Bagaimana kalau kita mulai membuat batas maksimal untuk tinggal di rumah ini? Kalau memang perlu, saya mau mengundurkan diri dari pekerjaan dan mengurus rumah tangga *sambil menahan tangis*  

Maaf, Ma?

Posted on Multiply, March 22, 2010 9:01 PM

Chaska, anak lelaki saya yang berusia dua tahun, tiba-tiba memukul kepala saya tanpa alasan yang jelas. Saya marah sekali. Bukan karena pukulan yang lumayan membuat kepala saya nyut-nyutan. Tapi, karena tidak adanya alasan itu. Dengan tegas, saya tegur Chaska. 
"Kenapa kamu pukul kepala mama?"
Chaska, yang tadinya cengengesan sontak duduk diam dan menunduk. 
"Tadi, benini ma," sambil memperagakan pukulan tersebut. 
"Iya, kenapa kamu pukul kepala mama kalau ngga ada alasannya?"
Chaska tetap menunduk sambil memperagakan lagi pukulan tersebut. "Tadi, Ata benini, ma."
"Kamu ngga boleh pukul mama atau siapapun kalau ngga ada alasan yang jelas," kata saya. "Sekalipun ada alasannya, kamu ngga boleh pukul orang lain kayak begitu."
Seolah memahami perkataan saya, Chaska bangun dari duduknya, lantas memeluk dan mencium pipi saya. 
Da*n, batin saya. Luluhlah semua amarah saya begitu Chaska meminta maaf dengan caranya sendiri. Dan saya pun bersyukur, "Terimakasih Tuhan, Kamu berikan amanah ini."

Balita Iseng

Posted on Multiply, February 24, 2010 2:13 PM

Anak saya, Chaska (biasa dipanggil Aka), suka berbuat iseng terhadap orang lain. Mungkin dia bermaksud membalas tante-tantenya atau ibunya yang suka usil. Keisengan yang dilakukan Chaska bisa melalui perbuatan atau perkataan. 

Pernah, sewaktu Chaska sedang berjalan di dalam rumah, kakinya tersandung bola kecil mainannya. Kebetulan Tantenya Ines (panggilannya kesayangannya Joni) sedang lewat. Chaska yang sudah cukup lancar berbicara, "Ih, Tajon (singkatan dari Tante Joni), olang Aka lagi jalan juga, to' didanduin." Kira-kira begini kalimatnya, "Ih, Tajon. Orang Aka lagi jalan juga, kok digangguin." "Ee," kata adik ipar saya. "Siapa juga yang gangguin, Akanya aja kesandung sendiri." Mau marah tapi bagaimana, ya? Jadilah adik ipar saya cuma mesam mesem. Sedangkan Chaska juga ikut mesam mesem karena berhasil mengusili tantenya.

Kali ini, giliran saya kena dikerjai Chaska. Pagi-pagi, saya mengambil selimut papanya Chaska untuk mengalasi kerudung yang akan saya setrika. Chaska, yang sedang asyik tidur-tiduran di tempat tidur berkata, "Yah, Mama tih telimutnya diambil. Olang Aka ladi tidulan duda." Kira-kira begini kalimatnya, "Yah, Mama sih selimutnya diambil. Orang Aka lagi tiduran juga." "Ih, kamu kan ga pake selimut," kata saya . "Lagipula apa hubungannya?" tanya saya. Yang ditanya malah tertawa terkekeh dan membuat saya gemas.

Satu lagi kegemarannya Chaska. Setiap kali selesai menyetrika kerudung, saya akan melipat kerudung tersebut menjadi bentuk segitiga dan menaruhnya diatas tempat tidur. Ketika saya tidak melihat, Chaska menarik kerudung itu dan membuangnya ke lantai. Setelah itu, dia lari sekencang-kencangnya sambil tertawa-tawa jahil. Tahulah saya. Chaska sudah berbuat iseng. Yang saya lakukan adalah mengejar Chaska sambil pura-pura marah. Saya tangkap Chaska dan berkata, "Kamu iseng ya. Sini mama hukum. Hukumannya digelitikin, ya?" sambil menggelitiki pinggangnya. Chaska pun akan tertawa terbahak-bahak kegirangan.

Saya sendiri tidak marah dengan keisengan Chaska. Karena saya tahu, itu salah satu cara Chaska untuk menarik perhatian orangtuanya. Sebab Chaska hanya ingin bermain dengan ibunya. Sebab, saya bersyukur, masih dibutuhkan oleh Chaska. 

Metamorfosis Gaya Berpakaian A la Saya

Posted on Multiply, February 16, 2010 3:17 PM

Di suatu siang yang membosankan. Saya sedang duduk bermalas-malasan di minibar kantor bersama beberapa rekan kantor. Termasuk salah satu big bossyang hobi meledek orang. Oh, tidak perlu repot-repot membayangkan minibar yang penuh aneka minuman serta botol aneka warna dan bentuk. Minibar di kantor saya cuma berupa meja dan bangku tinggi layaknya meja disebuah bar minus minuman beralkohol. 

Tiba-tiba, big boss berkata, "Eh, Yola. Akhir-akhir ini kamu lebih modis, ya? Jelas lah," sambung si bos. "Suamimu kerja di perusahaan minyak, masak pakaiannya ngga berubah." Kira-kira begitulah perkataan si bos yang bisa saya ingat. 

Ingatan akan kejadian di suatu siang yang membosankan itulah yang mengilhami saya untuk menulis catatan ini. Kalau saya merunut ke masa delapan tahun lalu, gaya berpakaian saya tidak jauh berbeda dengan masa sekarang. 

Sewaktu awal kuliah, tentunya saya berpakaian a la mahasiswa. Seadanya dan sederhana. Karena pikiran saya waktu itu, saya mau kuliah kok. Bukan mau ikut lomba sampul majalah. Tiga tahun setelah berkutat dibangku perkuliahan, saya memutuskan mengenakan kerudung. Pada saat itu, stok pakaian tertutup saya sedikit sekali. Beruntung, sejumlah teman yang lebih dulu mengenakan kerudung, berbaik hati menyumbang pakaian atau kerudung mereka. Tapi, pilihan pakaian saya tetap terbatas. Jenis, model, dan warna pakaian serta kerudung saya tidak sebanyak dan bervariasi seperti sekarang. 

Semakin bertambah usia, gaya berpakaian saya justru seperti kembali ke zaman kuliah dulu. Pakaian yang saya kenakan ke kantor seperti ingin berangkat kuliah ketimbang bekerja. Perlu diingat, lingkungan kerja kantor tempat saya bekerja memang tidak mensyaratkan berpakaian layaknya seorang eksekutif muda. 

Memang betul, ketika pasangan bekerja di salah satu perusahan minyak, kondisi keuangan kami jauh lebih membaik. Saya punya uang lebih untuk belanja gila-gilaan, kalau saya mau. Kenyataannya, sejak kondisi keuangan kami membaik, saya justru lebih sering berbelanja pakaian di lapak pakaian bekas di Pasar Senen. Terimakasih untuk adik-adik ipar saya yang telah menghipnotis saya untuk pergi ketempat tersebut. Disana, saya bisa mendapatkan baju bintang lima seharga kaki lima. Bisa dibilang, sekitar 75 % pakaian yang saya miliki adalah pakaian bekas. 

Saya tidak merasa malu. Saya justru merasa unik karena pakaian saya beda dengan orang lain. Ditempat itu pun saya bisa belanja gila-gilaan. Saya bisa menghabiskan ratusan ribu berburu pakaian yang aneh, lucu, unik, keren, modis, apapun namanya. Kalau dibandingkan berbelanja di pusat perbelanjaan modern, uang ratusan ribu hanya dapat 1-3 helai pakaian. Di tempat itu, saya bisa dapat puluhan pakaian!

Sekarang, kalau sedang cuci mata di mall atau plaza, sisi gila belanja saya acuh terhadap pakaian-pakaian yang dipajang di etalase. Sebaliknya, saya bisa semaput melihat gaun atau atasan unik di lapak pakaian bekas. Jadi, untuk berpakaian modis seperti kata my big bos tadi tidak perlu keluar kocek lebih kok.

Abu Gosok

Posted on Multiply, February 12, 2010 11:24 PM

Ketika sedang asyik duduk di bis yang sedang mengetem, seorang bapak tua lewat dengan gerobaknya di samping bis. Kebetulan saya duduk di dekat jendela. Sekilas, saya melirik ke dalam gerobak. Tadinya, saya kira akan melihat rongsokan barang bekas. Ternyata, isinya adalah abu gosok. Ya, ampun! Di zaman dimana pemerintah getol-getolnya mempromosikan penggunaan gas, rupanya pengguna abu gosok masih ada. Mungkin mereka yang memakai abu gosok masih memakai minyak tanah atau kayu bakar untuk memasak. 

Terakhir kali saya melihat abu gosok di wadah sabun pencuci piring adalah ketika saya berlibur ke rumah nenek di Lampung Oktober lalu. Itu pun bercampur dengan cairan pencuci piring yang lebih modern. Padahal nenek saya sudah amat jarang menggunakan kompor berbahan bakar minyak tanah dan kayu. Mungkin karena kebiasaan memakai abu gosok itu, nenek tetap membelinya. 

Iseng-iseng, saya googling abu gosok. Hasilnya: 


Abu gosok merupakan limbah pembakaran atau abu dari tumbuhan, biasanya berasal dari sekam padi. Abu gosok banyak digunakan untuk mencuci alat-alat rumah tangga, terutama untuk menghilangkan noda hitam pada bagian bawah panci atau wajan. Hal ini dimungkinkan karena abu gosok mengandung kalium, zat yang terkandung dalam sabun cair. (Sumber: Wikipedia)

Dan saya menemukan ini:

Deterjen merupakan salah satu komponen penting dalam sistem pencucian alat makan yang memenuhi standar, sedangkan campuran deterjen dan abu gosok, telah umum digunakan untuk mencuci alat makan dan perabot makan oleh masyarakat termasuk di dapur dan kantin rumah sakit. Permanfaatan deterjen dan abu gosok dimaksudkan agar hasil cucian benar-benar bersih. Berdasarkan sifat-sifat fisik dan kimiawi deterjen maupun abu gosok diharapkan menghasilkan cucian alat makan yang benar-benar bersih baik secara fisik, maupun bakteriologis, dimana salah satu standar kebersihan yang dipersyaratkan adalah besarnya angka kuman. Campuran deterjen dan abu gosok dengan berbagai variasi (bermacam-macam dosisnya) berdasarkan sifat fisik maupun kimianya, kemungkinan dapat menurunkan angka kuman pada proses pencucian alat makan piring, dimana kemampuan masing-masing variasi campuran tersebut berbeda, untuk itu perlu diteliti. Hasil didapat: - Variasi campuran deterjen dan abu gosok dapat menurunkan angka kuman baik dilihat dari angka kuman per cm2, angka prosentase maupun uji statistik dimana hasilnya benar-benar bermakna. - Setelah dibandingkan antar variasi campuran secara umum ada perbedaaan yang bermakna antara variasi campuran dalam menurunkan angka kuman, sedangkan sebagian kecil yaitu 6 perbandingan tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Berdasarkan hasil penelitian tersebut yang perlu diperhatikan bahwa yang mempunyai daya kerja paling efektif adalah varisi campuran 9 (2 gr deterjen : 2 gr abu gosok) walaupun sampai dosis tersebut belum diperoleh hasil yang optimum dalam menurunkan angka kuman jika dibandingkan dengan standar kebersihan alat makan dalam Permenkes No. 712/Menkes/Per/X/1986. (Abstrak: SUPROYONO, VINCENTUS (1993)VARIASI CAMPURAN DETERJEN DAN ABU GOSOK DALAM MENURUNKAN ANGKA KUMAN (STUDI TENTANG PROSES PENCUCIAN ALAT MAKAN PIRING DI RUMAH SAKIT UMUM DATI II KABUPATEN MAGETAN). Undergraduate thesis, Diponegoro University.) (Sumber: http://eprints.undip.ac.id/4268/)

Ah, ya. Rupanya abu gosok tidak hanya berguna untuk keperluan mencuci piring. Tetapi, bisa mengantarkan seseorang meraih gelar sarjana. 

Kapan Chaska Dikasih Adik?

Posted on Multiply, February 11, 2010 3:53 PM

Akhir-akhir ini, pertanyaan itu sering diajukan. Baik oleh teman kantor, tetangga, atau saudara. Bahkan, adik ipar pun iseng bertanya hal itu. Oke, mari kita urai pertanyaan itu. 

Mungkin, pertanyaan itu muncul karena Chaska sudah pantas untuk punya adik. Bagi pasangan, semuanya terserah Tuhan. Kalau dikasih, bersyukur. Kalau tidak pun tidak masalah. Bagi saya, punya anak lagi dalam waktu dekat bisa-bisa merobohkan benteng kewarasan. 

Ada beberapa alasan kenapa saya tidak mau punya anak lagi dalam waktu dekat atau mungkin selamanya. Alasan pertama, kami masih menumpang di rumah mertua. Meskipun kepemilikan rumah itu atas nama pasangan, tetap saja itu bukan rumah kami. Kalau saya hamil dan melahirkan, mau ditaruh dimana anak kedua saya? Di rumah yang sekarang kami tumpangi, kami mesti berbagi dengan lima orang lainnya. Enam, kalau mau ditambah paman pasangan yang menumpang mandi dan makan di rumah itu. Total ada delapan orang di rumah yang tidak terlalu besar itu (belum termasuk paman). 

Alasan kedua, rasanya energi saya hampir habis mengurusi satu anak saja. Itu pun masih dibantu oleh mertua dan adik-adik ipar. Anak saya ini, Chaska, energinya seperti tidak habis-habis. Lari sana, lari sini. Lompat kesana, lompat kesini. Panjat ini, panjat itu. Tanya ini, tanya itu. Sungguh sangat menguras tenaga. Bukan berarti saya tidak mencintai anak saya. Saya sungguh mencintai Chaska. Tapi, rasanya sebal, kalau sudah seharian di luar rumah dan yang saya inginkan cuma tidur lelap. Chaska justru menggelendoti saya. Tapi, kata seorang teman senior, "Senangnya merasa dibutuhkan." Pernyataan yang menohok sekali,

Jadi, kalau ada lagi yang bertanya, "Kapan Chaska dikasih adik?" Saya mungkin akan menjawab, "Nanti, kalau pengamannya bocor."

Rumah Idaman

Posted on Multiply, February 9, 2010 3:18 PM

Sudah dua minggu, setiap pagi sebelum bekerja atau sore di hari libur, saya menggenjot sepeda keliling perumahan sambil membonceng Chaska. Selain alasan olahraga, saya mau lihat-lihat kemungkinan rumah mana yang kelak akan saya beli. Ya, itu adalah rencana B saya (bukan pasangan). Rencana saya, kami akan beli salah satu rumah di perumahan tempat kami menumpang sekarang. Lalu rumah tersebut direnovasi.

Alasan saya mencari rumah di perumahan tersebut adalah karena saya sudah merasa nyaman tinggal di daerah yang saya tempati sekarang. Selain itu, agar kami lebih dekat dengan mertua. Meskipun hidup terpisah, saya bisa minta bantuan kalau ada keperluan. Dan bapak/ibu mertua bisa menengok cucunya tanpa harus membuang energi dan biaya. Sarana transportasi pun mudah dan banyak pilihan. 


Tapi, menurut pasangan, perumahan ditempat kami tinggal kurang bagus untuk tempat tumbuh. Salah satu makna tumbuh yaitu bersosialiasi dengan tetangga dan teman sebaya termasuk kami, para orangtua baru. Penghuni perumahan tersebut kebanyakan generasi pertama yang dulunya merupakan pasangan muda sewaktu membeli rumah di perumahan tersebut. Sekarang, mereka sudah menjadi ibu/bapak mertua atau kakek/nenek. Generasi ketiga seperti Chaska mulai bermunculan di perumahan tersebut. Sedangkan generasi kedua yaitu pasangan seperti kami mulai hengkang dari perumahan tersebut dengan membawa serta anak mereka. Selain itu, beberapa blok di perumahan tersebut rawan banjir. 

Setelah saya pikir-pikir, betul juga pendapat pasangan. Ketika saya dan Chaska keliling di sore hari, beberapa blok di perumahan tersebut seperti kota mati. Sedikit sekali anak-anak yang bermain di sekitar perumahan. Terutama di blok-blok yang sering kebanjiran. Blok di tempat yang saya tinggali justru lebih ramai dibanding blok-blok lain. Masalahnya, tipe rumah di blok yang saya tinggali kecil dan cukup mahal karena tidak banjir. 

Yah, dimanapun rumah yang nantinya akan kami tempati, semoga sarana transportasi mudah dan harganya terjangkau. Karena itu, sekarang ini saya sedang getol-getolnya menabung untuk DP rumah. Semoga impian saya terwujud tahun depan. Amin!

Ocehan Yang Tertangkap Telinga*

Posted on Multiply, September 11, 2009 3:28 PM

Weekend, Pukul 01.30 WIB

"Ma..ma..huk..ma.." 
Gelagapan, saya yang sedang sibuk menari-nari di mimpi, terbangun. 
"Ma, boubo' "
"Iya, bobo sayang. Nenen?" tawar saya ke si kecil. 
Bukan anggukan atau kata persetujuan, Chaska malah sewot.
"Ma..tenton taen (gendong pake kain)"
"Bobo aja ya mama ngantuk," sambil melirik jam. 
"Ma..tenton taen," sambil mengulurkan tangan minta diangkat.
"Nenen aja, ya?" masih berusaha merayu.
Chaska semakin sewot. Biasanya ada jurus yang dilancarkan Chaska. Menangis sedih a la tokoh sinetron yang habis disiksa habis-habisan atau bergaya a la penari break dance (kakinya menendang-nendang udara sambil memutar-mutar badan).
"Waduh!" batin saya. Dengan berat mata, saya pun menggendong Chaska sampai akhirnya dia tertidur lagi. Dan itu membutuhkan waktu antara 30-60 menit. Dengan berat tubuh kira-kira 13 kg, cukuplah membuat urat bahu saya tertarik. 


Pukul 07.00 WIB
"Oma, u'u (Oma, susu)"
"Aka mau minum susu, ya? Tunggu ya."
Setelah minum susu, Aka sibuk mengubek harta karunnya yang saya simpan di ranjang mainan berbentuk bebek. 
"Ma, baba bebet (Ma, baca bebek)"
"Aka mau dibacain Ruby (salah satu buku cerita Chaska)?"
"Bi," sambil mengganguk.
"Ya udah sini duduk," kata saya sambil menepuk paha.
"Dudut, Ma (Duduk, Ma)"
"Iya, duduk"
Setelah puas, Chaska "mengganggu" papanya yang sedang online via hp.
"Pa, iat (Pa, liat?)"
"Aka mau lihat?" tanya papa.
"Pa, bowang (Pa, Bolang [salah satu kesukaan lagu Chaska, Si Bolang])"
"Aka mau denger lagu Bolang, nanti ya," jawab papa. "Gih, maen ama Taci (Tante Cici, ya, keluarga kami biasa menggunakan singkatan)"
Chaska berlari menuju tantenya yang sedang menyapu.
"Taci, awas (ini ga perlu diterjemahin ya, ada beberapa kata yang sudah bisa diucapkan dengan jelas oleh Chaska)," perintah Chaska.

Pukul 10.00 WIB
Tante Ines (sering dipanggil Joni) sedang menulis ulang hasil ajaran Ronin NF. Chaska ikut nimbrung.
"Tajon, tuwis (Tajon, tulis)"

Pukul 16.30 WIB
Setelah mandi sore.
"Ma, kewuwaw. Jayan-jayan (Ma, keluar. [kita] jalan-jalan)." Ini salah satu hobi Chaska, bermain dan berjalan-jalan. Rutenya bisa kemana saja. Yang penting jalan-jalan. 
"Ma, odon-odon (Ma, odong-odong)." Kalau sedang beroperasi, odong-odong tidak boleh terlewatkan. Acara naik odong-odong jadi ritual wajib. 

Pukul 20.00 WIB
Waktunya tidur malam. Sekarang, setiap kali mau tidur, Chaska minta lampu kamar dimatiin.
"Ma, apu apiin (Ma, lampu matiin)". 
PS. Kalau ngambek, ini yang Chaska ucapkan:"Ma, sono!"

*Pesanan Dhani, hehe. Dan kata-kata itu yang teringat. Lainnya, mesti mikir dulu, nih. 

Maaf, Anda Salah Kira

Posted on Multiply, July 29, 2009 3:16 PM

Sudah beberapa kali, adik ipar saya (Cici) disangka mama-nya Chaska. Memang, Chaska 16 bulan mirip betul dengan tantenya sewaktu berumur 1-2 tahun.  Waktu hamil Chaska, beberapa kali saya mengalami pertengkaran kecil dengan Cici. Pada saat itu, saya sebal berat dengan Cici. Meskipun saya tidak percaya dengan hal-hal seperti itu, tapi kepikiran juga ya, hehe. Gen adik ipar saya justru menurun ke Chaska. 

Cici sayang sekaligus senang nge-jahilin Chaska. Dan, Chaskanya sendiri sebal-sebal kangen dengan tantenya itu. Chaska sering disogok jalan-jalan pakai motor tunangannya Cici kalau lagi ngambek. Biasanya cara itu manjur. Pernah, Chaska diajak jalan-jalan ke wahana lumba-lumba di lapangan serbaguna dekat rumah kami. 
Orang-orang mulai berkomentar: 
“Ih, anaknya putih banget ya.” 
“Iyalah, liat aja ibunya. Kakinya aja putih begitu.”
Cici dengan hebohnya: “Bukaaaannn. Ini keponakan saya, buu.”
“Haa, keponakan? Kok mirip, ya.”
Cici cuma mesam mesem.

Lain waktu, Chaska dibawa Cici dan tunangannya main salah satu teman dekat mereka. Tetangga si teman berkomentar: 
“Mbak, anaknya kayak bule ya. Mbak juga putih siih.”
Cici: “Saya bukan ibunya. Ini keponakan saya.”
Si tetangga bingung: “Bukan? Tapi kok mirip yaa..”

Dua cerita diatas cuma contoh kasus yang dialami Cici. Kalau saya, lain lagi ceritanya.
Satu waktu, saya bermain cilukba dengan Chaska sebelum berangkat kerja. Saya berdiri di luar pagar. Sedangkan Chaska di dalam pagar. Pada saat itu, ada odong-odong yang sedang menghibur tetangga. Dengan santainya si abang berkata: “Yaa, kasian ditinggal bulek-nya.” DOENG! Lha bang. Ini anak saya kaleee..Saya cuma senyum pahit.

Suatu hari, saya sedang beli roti di abang langganan. Biasanya yang beli roti adalah mertua saya. Tapi, karena beliau sedang memberi makan Chaska, saya lah yang membeli. Ternyata, Chaska melihat saya sambil teriak “toti..toti (maksudnya roti)”. Abangnya bertanya: “Itu adeknya ya?” GUBRAK! 
“Anak saya kali bang.” kata saya. 
“Ah masak?” 
Saya cuma senyum pahit (lagi).

Kosakata A la Chaska

Posted on Multiply, June 24, 2009 1:04 PM

Ditulis untuk memento..

Gemba: Buka. Biasanya diucapkan kalau minta buka sesuatu. Misalnya buka pintu.

Papu: Sapu. Kalau melihat tantenya Cici menyapu, Chaska buru-buru mengambil sapu modifikasi miliknya. Trus ikut menyapu, deh.

Tatu/Patu: Sepatu. Biasanya ribut mengulang-ulang kata ini kalau melihat papa-nya pakai/lepas sepatu.

Mamu'/Manum : Minta minum

Cak : Cicak. Ini hewan pertama yang menarik perhatian Chaska. Biasanya diucapkan sambil mendecak-decakkan lidah dan mengulurkan tangan ke arah si cicak.

Ee' : Kata ini berlaku untuk pipis, buang air besar dan buang angin. Jadi, pintar-pintar mamanya untuk menebak maksud Chaska. 

Baba: Minta tidur (bobo)

Kit: Sakit. Biasanya kalau habis jatuh, Chaska akan menunjuk-nunjuk bagian tubuh yang sakit, minta dielus. 

Teta: Kereta. Objek kegemaran Chaska. Dimanapun melihat fly over, pasti akan teriak kata ini sambil melambaikan tangan.

Ateng: Gatel. 

Bam: Bang. Biasanya Chaska suka iseng panggil abang sayur, abang penjual roti, abang bakso, dll.

Racauan Siang

Posted on Multiply, June 9, 2009 12:51 PM

Egh! Begitulah perasaan saya setiap kali melihat salah satu kontak MP meng-upload jualannya. Yang dijual adalah buku. Kebanyakan buku impor dan murah! Yah, jenis bacaan yang ringan. Lumayan untuk melatih mata dan otak dalam bahasa Inggris. Karena murah itulah saya selalu keduluan pembeli lain.

Tapi, lebih sering saya tidak membeli buku-buku itu karena harus menahan diri. Tanggungan yang cukup banyak mengharuskan saya untuk membuat perhitungan matang dalam anggaran keluarga. Bahkan untuk sekedar membeli alas kaki yang bagus dan nyaman (a.k.a mahal) belum kesampaian. Walhasil, terpaksa beli sepatu B*ta yang sukses buat kaki saya lecet dan pegal selama tiga hari. Akhirnya, sepatu itu teronggok dengan manis di rak sepatu. 


Hmm..secara matematika, kebutuhan keluarga memang besar dan seolah tidak ada habisnya. Kebutuhan perut menjadi kebutuhan primer. Padahal hasil luarannya lari ke septic tank. Berkat itulah, pohon belimbing yang tumbuh dekat penampung kotoran di rumah selalu berbuah banyak. Pupuk organik, kalau saya bilang. 

Saya selalu sakit kepala tiap kali memikirkan anggaran yang selalu dihitung secara seksama dan sesingkat-singkatnya itu. Nyatanya, banyak pengeluaran yang tidak terduga. Dan lebih banyak karena jajan sepertinya. 

Duh, intinya. Saya ingin beli buku-buku ituuuhh..

Muak Lelah

Posted on Multiply, May 29, 2009 3:40 PM

Bulan Mei adalah bulan ke-7 saya menjadi jurnalis. Jujur, saya malu kalau orang tanya pekerjaan saya apa. Sebab pekerjaan saya lebih banyak berada di belakang meja. Bukan jenis yang mengejar-ngejar narasumber. Sampai saat ini, saya baru satu kali mewawancarai orang. Itu pun lewat telepon kantor dan direkam. 

Sekarang ini, saya diberi kepercayaan untuk memegang desk internasional. Yah, kasarnya saya ambil berita di situs berita berbahasa Inggris lalu saya terjemahkan ke bahasa Indonesia. Maka, mulailah saya berkutat dengan berita-berita konflik bersenjata antara pemerintah-pemberontak, bencana alam, ketakutan negara2 tertentu akan nuklir negara lain, kekerasan terhadap kemanusiaan, penculikan, pembunuhan. 

Ya Tuhan! Apa tidak ada berita yang menyenangkan? Misalnya Netanyahu (PM-nya Israel) terpeleset terus jatuh ke kolam renang? Atau Presidennya Pakistan Asif Ali Zardari keselek biji duren (lagipula memangnya dia mau makan duren?). Eits, tunggu. Itu sebenernya berita menyenangkan atau nyumpahin mereka, ya?

Huh! Saya muak dan capek tau! . Berkat kalian, para pembuat ketidaktenangan dunia: mau pemerintah mau pemberontak kek, saya bosan menulis tentang kesedihan, penderitaan, dan kemarahan.

Hhh. Tiba-tiba teringat ucapannya senior editornya Jakarta Post 
Pak Harry Baskara dalam sesi pelatihan bahasa Inggris: "Like or not. It's your job!" 


PS. Bos, kayaknya saya butuh cuti untuk trauma healing.

Should They Worry With Our Pimples?

Posted on Multiply, May 27, 2009 2:45 PM

Saya ditawari obat penghilang bekas jerawat sewaktu mencari pelembab bibir di toko kosmetik Tebet. 
Mbak-mbak penjaga toko : Cari apa, kak?
Saya                              : Ada pelembab bibir Ni*ea?
Mbak-mbak penjaga toko : Ada. 

Sambil menunggu temannya yang sesama penjaga toko mengambil pesanan, si mbak mulai melancarkan cross-selling

Mbak-mbak penjaga toko : Yang lain apa, kak?
Saya                              : Ngga. Itu aja.
Mbak-mbak penjaga toko : Obat jerawatnya ngga, kak?
Saya                              : Ngga, mbak.
Mbak-mbak penjaga toko : Kita punya obat penghilang bekas jerawat lo, mbak.
Saya                              : Ngga, mbak.
Mbak-mbak penjaga toko (pantang mundur) : Sayang lho, mbak. Muka mbak putih. Tinggal bekas-bekas jerawatnya aja diilangin.
Saya (mulai kesal)           : Ngga perlu, mbak.
Mbak-mbak penjaga toko : Nanti banyak yang naksir lho, mbak.
Saya (terpikir untuk menotok aliran darah si mbak) : Terimakasih, mbak. Saya suka muka saya yang kayak gini, kok.

Akhirnya pesanan dibayar dan saya langsung kabur dari TKP sebelum timbul korban. 

Pernah juga ada orang yang saya anggap kurang waras karena mempersoalkan jerawat di wajah saya. "Sayang, cantik-cantik jerawatan,"kata orang yang wawasannya kurang luas itu. What the $#%@!

Haruskah mereka ribut soal jerawat yang justru tidak begitu saya acuhkan? Terkadang saya malas membersihkan muka. Terkadang saya tidur terlalu malam. Terkadang saya makan junk food. Terkadang saya tidak berolahraga rutin. Maka, anugerah berupa jerawat-jerawat kecil di wajah pun timbul. 

Saya menganggap jerawat sebagai peringatan kalau gaya hidup saya mulai berantakan. Maka, saya atur ulang gaya hidup yang lebih sehat. Hasilnya, muka saya bebas tuh dari jerawat. Meskipun bekas-bekas jerawat yang dulu masih kelihatan. Ah, apa peduli saya? Masih banyak hal besar lainnya yang bisa saya pikirkan ketimbang meributkan urusan remeh temeh seperti itu. 

Teta..teta..Dada

Posted on Multiply, May 15, 2009 1:18 PM

Sambil tertatih-tatih, Chaska berjalan menghampiri saya yang sedang membaca buku.

"Mama..mama,"panggil Chaska sambil menunjuk-nunjuk buku yang saya baca.

"Oo..buku," kata saya. "Buku Aka mana?"

Chaska berjalan lagi, menjauhi saya. Kali ini dia menuju rak buku. 

"Tata..tata..," kata Chaska sambil menggapai-gapai rak. 

"Ooo..baca. Yuk, sini mama bacain."

Maka, saya ambil semua buku cerita yang saya belikan untuk Chaska. Supaya Chaska bisa memilih buku mana yang mau dibacakan. Favorit Chaska, tentu saja Tuki si Pahlawan (setelah Kapan Hujan Berhenti?). 

Jadi, Tuki ini adalah nama tokoh cerita berupa kereta. Ya, saat ini Chaska sedang gandrung dengan kereta. Kira-kira 500 m dari kompleks perumahan saya, ada perlintasan kereta yang dibawahnya merupakan jalan raya. Karena posisi rel yang tinggi, setiap ada kereta melintas bisa terlihat dari perumahan meskipun terlihat kecil. Suara klakson kereta pun bisa terdengar dari rumah saya meskipun sayup-sayup. 

Selain itu, Chaska sering naik odong-odong mobil keliling kampung. Rute odong-odong tersebut pasti melewati rel kereta api. Karena itu, Chaska sering melihat kereta api. Sekarang, setiap ada suara kereta api atau melihat kereta api, pasti Chaska akan berteriak kegirangan sambil melambaikan tangan, "Teta..teta..dada." 
Tidak hanya itu, setiap saya ajak jalan-jalan, Chaska selalu berteriak dan melambai ke setiap fly over yang disangkanya jalan kereta api.  .Selain buku cerita, saya pun membelikan mainan kayu berbentuk kereta api. 

Herannya, kalau diajak naik kereta, Chaska kurang antusias. Mungkin karena Chaska tidak sadar kalau dia sedang naik kereta api. Biasanya, setiap saya ajak naik kereta api, Chaska akan tidur..

Still, Miss Her

Posted on Multiply, April 27, 2009 1:53 PM

Tanggal berapa ini? Lirik saya ke kalender dinding. 27 April. Hampir dua minggu, Ani, teman baik saya meninggal dunia. Bahkan saat menulis ini, saya ingin menangis. Saya rindu Ani. 

Setahun terakhir, saya dan Ani menjadi dekat karena kami sama-sama menjadi ibu baru. Putra saya, Chaska dan putri Ani, Langit terpaut 3 bulan. Maka, selama hamil, melahirkan, dan setahun berikutnya, kami saling bertukar informasi dan cerita mengenai tumbuh kembang anak-anak kami. 

Duh, Ani, kenapa Tuhan menjemputmu begitu cepat? Masih jelas di ingatan saya, kami membicarakan kematian. Saya takut mati. Saya takut membayangkan orang-orang yang saya cintai mati. Atau saya takut saya mati, lalu bagaimana orang-orang yang mencintai saya? Bagaimana perasaan kami yang ditinggalkan? 

Mungkin juga, ada perasaan ketakutan di dalam diri saya. Bagaimana kalau saya dipanggil Tuhan? Apa yang akan terjadi dengan Chaska dan pasangan? Sedangkan, Chaska selalu menangis minta dipeluk setiap kali saya pulang kerja. Bagaimana kalau saya tidak pernah pulang? Hati saya sakit memikirkannya. 

Saya ingat Langit. Dari cerita ayahnya, Langit tetap ceria. Bahkan ketika ayahnya sering pulang pagi karena menahan sedih. Langit tetap setia menunggu dan tersenyum. Saya seperti melihat malaikat dalam diri Langit.

Ani, maafkan kami, yang di dunia fana ini, masih mengingat kamu! Tak biarkan kamu tidur tenang karena terusik tangisan kami.

Maaf..

Saya di Rumah Cantik Citra

Posted on Multiply, March 5, 2009 2:19 PM

Hari Rabu (4/3), saya mengunjungi Rumah Cantik Citra (RCC) di Jalan Lapangan Ros Raya No. 30 Tebet (dekat stasiun Tebet, samping Ayam Bakar Wong Solo, depan pom bensin Pertamina). Kebetulan, saya memang memakai beberapa produk Citra. Berbekal produk yang sudah saya punya (plus pinjam scrub Citra milik adik ipar), saya meluncur ke Lapangan Ros pukul 14.30 WIB. Kebetulan lokasi RCC dekat dengan kantor. Kebetulan lagi, kantor sedang sepi (ah, ini sihalasan, ). 

Sebelum berangkat, saya menelepon RCC apakah hari itu saya mesti antri atau tidak. Si mbakdi telepon menjawab ramah, hari itu RCC tidak terlalu ramai. Tergopoh-gopoh saya melesat ke RCC. Hanya naik kopaja 68 Kp. Melayu-Ragunan, saya sampai di depan RCC. 

Hal pertama yang saya perhatikan sewaktu masuk RCC adalah lantainya. Lantai di ruang pendaftaran terbuat dari kayu coklat tua (saya tidak tahu jenis kayunya). Yang unik, ada bagian lantai dibuat menyerupai akuarium. Saya jelas melihat ada air mengalir di "akuarium" itu. Belakangan, saya memperhatikan kalau ada ikan hias juga di dalamnya. 

Saya disambut senyum oleh mbak-mbak resepsionis sekaligus tempat pendaftaran. Saya mengeluarkan produk Citra yang saya punya. Mbak resepsionis memotong barcode setiap produk yang saya bawa. Jadi, seandainya saya ingin ke RCC lagi, saya tidak bisa memakai produk yang sama. Total barang senilai Rp 55.000. Masih kurang Rp 5.000 untuk mendapat paketbody massage. Saya bingung. Body massage, foot spa atau totok wajah ya?

Akhirnya saya memilih foot spa dan totok wajah. Saya harus menambah Rp 5.000 dengan membeli produk Citra. Mbak resepsionis berikutnya menanyakan nama, usia, alamat, nomer telepon, tahu RCC darimana, dan alamat e-mail.Setelah proses pendaftaran selesai, saya dibimbing ke ruangan foot spa (yang juga ruangan totok wajah). 

Saat itu, pengunjung relatif sedikit. Kebanyakan memilih perawatan body massage. Jadi di ruangan foot spa, hanya saya sendiri pengunjungnya. Padahal-seingat saya-ada 8 kursi di ruangan tersebut. Saya dipersilakan menunggu sebentar. Sambil menunggu, saya memperhatikan interior RCC. Ornamen Cina menjadi dominasi ruangan tersebut (apa saya salah ya, rasanya saya melihat patung perempuan Jawa..). Musik ringan mengalun lembut. Suara air dari pancuran buatan terdengar merdu. Wangi aromatherapy-nya menyenangkan (sayang, saya lupa bertanya ke mbak Iin, itu wangi apa). Saya kemudian ditawari ingin minum teh hijau, secang, atau kayu manis (ini gratis kok!). Saya pilih teh hijau.

Perawatan pertama adalah totok wajah. Mbak-yang saya lihat di name tagbernama Iin W. meminta saya melepas jilbab. Tenang, tempat ini khusus perempuan dan bisa memilih duduk di tempat yang bukan dekat pintu. Sebab pintunya bukan pintu tertutup, tapi berupa untaian manik-manik yang cukup rapat. Perawatan ini memakan waktu selama 15 menit. Berikutnya, foot spa. Perawatan ini juga memakan waktu 15 menit. 

Saya tidak bisa bilang apakah enak atau tidak. So-so. Lagipula, itu cuma perawatan sekali. Kalau mau terlihat hasilnya, bukankah harus dilakukan terus menerus? Saya berencana datang lagi untuk melakukan body massage...

Yang saya suka sekali dari RCC adalah ruangannya, wangi aromatherapinya, lantainya. Sampai-sampai saya membatin: "Saya ingin interior rumah saya seperti ini!". O ia, satu lagi: saya suka teh hijaunya. Pahit sekaligus segar. 

Kalau teman-teman tertarik mengunjungi RCC, mereka akan hadir sampai akhir Mei 2009. Paket perawatan sbb:
Produk senilai Rp 20.000 bisa menikmati hand spa/foot spa
Produk senilai Rp 40.000 bisa menikmati totok wajah
Produk senilai Rp 60.000 bisa menikmati body massage.body scrub plus mandi di RCC

Selain perawatan, RCC juga mengadakan acara mingguan sepeti aura healing, yoga, anger management, tai chi dll (daftar acara ada dalam brosur di RCC). O ia, kita tidak harus membawa produk Citra sendiri, bisa beli di RCC. 

Saya di Islamic Book Fair (2)

Posted on Multiply, March 4, 2009 4:29 PM

Hari Selasa (3/3), saya dan teman sekantor mengunjungi Islamic Book Fair. Tujuan saya, mencari buku murah yang menarik hati (menandakan kalau saya tidak fokus, hehe). Ternyata, tidak semua stand saya kunjungi pada Minggu lalu. Kali ini, pengunjung yang lebih sepi menyebabkan saya leluasa mencari buku. 

Setelah berputar-putar, saya membeli:
1. Misteri Kematian Poe (Q Press), penulis Matthew Pearl Rp 20.000
2. Panduan Lengkap Homeschooling (Progressio), penulis Maulia D. Kembara Rp 25.000
3. Tanah Retak (Syaamil), penulis Sakti Wibowo Rp 5.000
4. Bus Merah (READ!), penulis Soroor Kotobi Rp. 15.000 (diskon 65 %)
5. Dongeng Balita Sapi Pelit (DAR! Mizan), penulis Nia Kurniawati Rp 11.000 (diskon 40 %)
6. Dongeng Balita Tangisan Raksasa (DAR! Mizan), penulis Endang Firdaus Rp 11.000 
   (diskon  40 %)
7. Peter Pan in Scarlet (Peter Pan Berjubah Merah) (Serambi), penulis Geraldine  
    McCaughrean Rp. 12500
8. Mapping Human History (Serambi), penulis Steve Olson Rp. 15.000
Total belanja buku Rp. 96.000

Apa saya puas? Belum. Rasanya saya ingin membeli semua buku murah itu. Menurut perhitungan, uang saya masih cukup sampai akhir bulan kalau membeli beberapa buku lagi.

Selain itu, saya baca iklan di koran Kompas, Selasa (3/3), ada bursa buku murah di Lindeteves Square (26 Feb-8 Maret 2009) dan Roxy Square (3-31 Maret 2009). Penyelenggaranya Gramedia. Buku-buku yang dijual katanya berkisar dari Rp 3.000-Rp.10.000. 
..

Saya harus ke tempat itu! Belum habis euforia belanja buku, pasangan menegur halus."Yo kan udah beli buku banyak. Yang itu aja belum dibaca." Deg! ..

Ah ya, sebelum ke Islamic Book Fair, saya memang membeli 2 buku bekas dionline store. Sebelumnya lagi, buku-buku yang saya beli acara Kompas Gramedia Fair pada 28 Januari 2009 belum semuanya dibaca. 

Tapii, ada perasaan sayang untuk melewatkan bursa buku tersebut. Perasaan saya mengatakan besok-besok belum tentu ada acara seperti itu. Bagaimana iniii???

Saya di Islamic Book Fair (1)

Posted on Multiply, March 4, 2009 4:19 PM

Hari Minggu (1/3), saya, pasangan, Chaska dan adik ipar mengunjungi Islamic Book Fair di Istora Senayan. Baru dua langkah masuk ke Istora, bahu saya sudah beradu dengan bahu pengunjung lainnya. "I knew it!," batin saya. Ini hari Minggu, pasti pameran ramai. Kami tidak leluasa melihat stand-stand penerbit. Sebab, pengunjung yang terlalu padat dan Chaska yang sibuk ingin tahu ini itu. 

Saya tidak ingin membeli buku-buku Islam. Buku genre seperti itu mungkin buku terakhir yang akan saya baca. Atau tidak saya baca sama sekali. Tidak termasuk Al Qur'an lho, ya! Saya ingin mencari buku dongeng untuk Chaska. Dan mungkin buku-buku yang menarik minat kami.

Di antara peserta stand yang mayoritas penerbit buku Islam, saya melihat penerbit Gramedia Pustaka Utama (GPU). Saya menghambur dengan penuh sukacita. Saya tahu, pasti ada buku murah di stand GPU. Benar saja. Di sudut partisi, terdapat dua boks penuh buku murah. Saya membeli dua buku: 
1. Hug Your Customer (yang belakangan dikeluhkan pasangan karena terjemahan yang kurang bagus) Rp. 10.000 dan 
2. Novel V.Lestari: Pertemuan di Hotel Marlin Rp. 7.000

Selesai di GPU, kami memutuskan melihat-lihat di ruang utama. Kami mampir ke stand penerbit Mizan. Saya membeli tiga buku:
1. Aku Tahu Angka Rp. 8.800 (setelah diskon)
2. Dongeng balita Kereta Jeruk Rp 11.000 (disc. 40 %)
3. Dongeng balita Tuki si Pahlawan Rp. 11.000 (disc. 40 %)

Total belanja buku saya di pameran Rp. 39.000. 

Sewaktu kami beristirahat di tribun penonton, Chaska sibuk naik turun tangga dipandu papanya (ini salah satu hobi Chaska di rumah: naik turun tangga!). Tadinya saya berniat ke JCC untuk mencari headphone murah. Tapi, kami kelelahan dan memutuskan untuk pulang saja. Dalam hati, saya bersumpah akan kembali lagi ke pameran tersebut. 

Saya di Synchronize

Posted on Multiply, February 16, 2009 3:52 PM


Aku selalu suka sehabis hujan di bulan desember..
di bulan desember..

Lagu itulah yang mengakhiri penampilan band Efek Rumah Kaca (ERK) di plaza EX, 13 Februari 2009. Sesuai dengan pesan pendek yang saya kirim ke teman baik waktu dia bertanya sedang apa saya di sana: EX ulang tahun ke-5 dan "nanggep" band-band indie. Selama tiga hari (13-15 Februari 2009) akan ada penampilan band-band indie. Saya dan pasangan memang berniat datang ke acara itu. Gratis, sih! Saya memilih hari Jumat dengan pertimbangan saya ingin istirahat Sabtu dan Minggu. Di poster "Synchronize" (nama acara itu), ERK menjadi band penutup.

Penampilan pertama dibuka oleh band Ape on the Roof. Lagu yang saya tahu cuma Tentang Aku, aransemen ulang dari Jingga. Selebihnya, kami diam. Band kedua, Mocca. Saya bisa menikmati pertunjukkan karena tahu beberapa lagu mereka. Berikutnya Zeke and the Popo. Band ini betul-betul membuat saya diam. Saya hanya tahu lagu I Novel. Itu pun tidak dimainkan di acara itu. Duh, sampai tahap itu, benar-benar menyedihkan. Saya mulai bosan dan teringat si kecil. Sudah tidurkah Chaska? Menangiskah Chaska menunggui kamiIngin pulang pun rasanya tanggung. ERK belum main!
Jam menunjukkan pukul 21.30 ketika ERK mulai tampil. Saya tepiskan dulu Chaska. Saya ingin menikmati pertunjukkan. Yah, saya kurang sukses sih. Di otak saya berganti-gantian, ERK-Chaska-ERK-Chaska dan seterusnya. Oh, topinya Cholil itu lho buat saya il-feel, hehe.

Pukul 22.30, MC mengakhiri acara. Kami melesat meninggalkan EX dan sampai di rumah sekitar pukul 00.00 dan Chaska belum tidur! My little angel, Chaska terpekik melihat saya, kegirangan. Duh, saya merasa bersalah. Tidak ada mata marah di mata mungil itu. Chaska begitu senang melihat saya dan inginnya menempel terus. Bahkan sampai besoknya, Chaska tidak mau lepas dari saya. Padahal saya ingin sekali melihat White Shoes. Tapi, khawatir Chaska menunggui saya lagi.

Sayang saya tidak punya kamera digital. Padahal saya berniat mencegat ERK dan foto bareng, hahaha. Aih, noraknya!

Hanya Lewat

Posted on Multiply, February 10, 2009 2:40 PM

Begitulah yang terjadi dengan penghasilan saya yang berada di bank tiap bulannya. Hanya lewat. Akhir bulan terima gaji, kemudian dimasukkan ke rekening untuk diambil lagi. Saya hampir tidak pernah bisa menabung lebih dari setahun ini. Penghasilan saya, nyaris habis untuk tetek bengek rumah tangga. Pun, kalau ada lebihnya, ada saja yang mesti saya beli. Seperti bulan lalu, saya harus membeli pakaian si kecil. Bayi itu cepat sekali tumbuh, ya. Terakhir saya membelikan baju, itu menjelang lebaran tahun lalu. 

Bukannya saya tidak mau menabung. Apa yang mau ditabung kalau penghasilan saya selalu habis? Bahkan sebelum gajian berikutnya. Lagipula, saya lebih memilih untuk menyisihkan uang saya di reksadana misalnya. Ketimbang mengendap di bank dan kehilangan nilainya karena tergerus inflasi. 

Mungkin, saya kurang bisa mengendalikan keuangan. Kurang berdisiplin. Dan kurang-kurang lainnya. Keinginan tidak ada habisnya di dunia yang katanya berkelebihan uang ini. Syukurilah apa yang kamu punya, kata satu nasehat. Ketimbang apa yang tidak kamu punya. 

Bicara itu mudah? Atau memang semudah membalik telapak tangan?

Blok A Tanah Abang, Here We Come!

Posted on Multiply, February 6, 2009 2:56 PM

Untuk pertamakalinya saya mengelilingi blok A Tanah Abang sabtu lalu (31/1). Kami-saya, ibu mertua, adik ipar dan Chaska-berniat membeli baju baru untuk Chaska. Baju-baju lama Chaska sebagian sudah kekecilan. Biasanya pakaian Chaska dibeli di Jatinegara. Kali ini, dengan pertimbangan Chaska dibawa, saya mengusulkan untuk ke Tanah Abang. Gedungnya enak toh, ber-AC dan tidak becek. Mertua pun tergoda untuk kesana. 

Kami sampai di blok A sekitar pukul 12 siang. Saya mulai norak. Jujur, seumur-umur saya belum pernah masuk ke pusat tekstil itu. Sebelumnya, saya hanya sekedar lewat. Ternyata, blok A itu luaaaaaaaasss. 

Kami berkeliling di gedung yang rasanya tidak pernah sepi pembeli itu. Kami mulai melihat-lihat, bertanya-tanya, dan menawar. Kesan saya, baju-bajunya bagus dan jatuhnya murah kalau beli selusin. Bahan untuk pakaian bayi halus. Tapi, saya agak kecewa. Sebab, hampir semua pakaian disana harus beli lusinan. Meskipun ada, jarang yang menjual satuan atau minimal 3 atau 6 buah. Buat apa saya beli sepatu selusin? Kecuali kalau mau dijual lagi ya.

Setelah bolak-balik tidak karuan, kami berhasil beli ini:
1/2 lusin celana pendek berwarna (merah, jingga, biru) --lupa harganya
1/2 lusin celana pendek polos putih --lupa 
1/2 lusin singlet Rp 20.000                                                         
1/2 lusin t-shirt lengan pendek berwarna (biru, kuning, pink)-lupa juga, hehe
2 stel piyama @ Rp 25.000
1 baju kodok warna coklat @ Rp 35.000
Total belanja Rp 260.000

Plus, saya beli bros untuk jilbab (5000 perak saja). Ibu mertua beli celana legging selutut (bahannya haluss). 

Tidak terasa sudah pukul setengah empat. Kami cepat-cepat pulang karena mengejar kereta ke Bekasi di stasiun Tanah Abang. Mengutip kalimat Arnold Schwarzenegger di film Terminator: Blok A, I'll be back!

Dicari: Pelembab Dengan Kadar Percaya Diri Tinggi!

Posted on Multiply, February 3, 2009 3:54 PM

Seperti disihir, saya terpaku di salah satu rak hypermarket di Bekasi. Saya pegang suatu merk, membaca label kemasan, lalu menaruhnya di rak. Saya ambil lagi satu merk, baca, taruh. Begitu seterusnya. Entah berapa merk yang saya ambil dan baca. Saya pun menyerah. Saya pergi ke rak produk olahan susu. Tapi, yang saya cari tidak ada. 
Karena kecewa, saya kembali ke rak yang membuat saya saya sakit kepala itu. Saya ambil, lihat, baca, taruh. Begitu lagi. Kepala saya semakin sakit.
Saya pun pulang. Nge-dumel. 
Hayo, apa yang saya cari? Pelembab muka. Ya, pelembab. Rupanya, pelembab terakhir yang saya beli (yang mengklaim kosmetik halal) mengecewakan. Wajah saya yang berminyak, justru semakin berminyak memakai pelembab yang katanya bebas minyak itu. Huh!
Apa yang Yo cari, tanya pasangan?
Apa ya? gumam saya
Bagaimana kalau, pelembab yang bisa meningkatkan percaya diri pemakainya. Ketimbang pelembab yang cuma memutihkan kulit atau anti penuaan. Padahal, kalau mau membaca label kemasan, bahan pembuat pelembab merk-merk tersebut hampir sama lho.
Ya, saya tidak percaya diri dengan muka saya yang, uhm, sebenarnya baik-baik saja sih. Saya berterimakasih untuk para produsen pelembab yang sudah membuat iklan dimana modelnya bagai bidadari turun dari langit. Oh, terimakasih juga untuk penyunting iklan dimana luka sekecil apapun di wajah menjadi nihil, lenyap! Terimakasih telah membuat kepala saya berdenyut-denyut akhir ini. Hanya karena pelembab!

Sekilas Cerita Dari Pasar Tebet

Posted on Multiply, January 21, 2009 4:20 PM

Ya, saya baru saja pulang dari pasar Tebet. Jaraknya dekat dari tempat saya bekerja. Tujuan saya satu ke pasar itu: membeli pelembab Ward*h. Saya berniat melancarkan jurus tanya, beli, pulang. Dan, tidak perlu lihat-lihat atau beli barang lain. 
Di pasar Tebet, ada beberapa toko kosmetik. Tiga toko sudah saya tanya, tapi barang yang saya cari tidak ada atau kosong. Saya mulai malas dan berpikir untuk mampir di Mega Bekasi pulang kerja nanti. Sebab, saya pernah lihat counter kosmetik Ward*h ada di pusat perbelanjaan itu.Tapi, apa itu, eits,
Saya (sambil menunjuk sunblock merk Rist*a): Mbak, saya lihat ini dong.
Mbak-mbak SPG bermake-up tebal mengambil barang.
Saya: menimang-nimang, membolak balik barang dan melihat angka 52000 di kemasan.
Fokus..fokus..batin saya.
Saya: Ga jadi deh, mbak. Ada kuas masker, ngga
Mbak-mbak SPG bermake-up tebal: ada (dengan semangat)
Saya pun membeli kuas itu. Yak! Tidak fokus pertama.
Saya pun masuk ke toko lainnya, celingak celinguk. Saya lihat produk Ward*h ada di etalase depan toko. Saya pun bertanya dan syukurlah produk yang saya mau ada. 
Saya: Berapa, mbak
Mbak-mbak SPG yang make-upnya seperti mau main lenong: 25 jadi 23. Diskon 2000. 
Saya: Ngga 20.
Mbak-mbak SPG yang make-upnya seperti mau main lenong: Belum dapet, mbak.
Oke, saya beli! Tapi, eits, apa ini.
Saya: (sibuk mengaduk-aduk pouch yang ternyata lulur mandi, sibuk mendongak ingin beli sisir-sikat rambut yang bergelantungan di atas, pegang-pegang lulur sekar jag*t, celingak celinguk ke dalam etalase, lihatin mbak-mbak yang coba-coba lipstik, pegangpegang Maybeli*e Clear&Smooth, ow, oke..fokus..fokus. Saya ambil pelembab, bayar, bergegas pulang sebelum saya memutuskan membeli kosmetik lain. 
O ia, mumpung saya ada di pasar, saya mau lihat-lihat bros. Hhhmm, ada yang bagus tuh. 
Saya: mbak, saya lihat itu dong
Mbak-mbak yang mukanya terlihat bosan: (menyodorkan bros-bros cantik)
Saya: (pegang-pegang, lihat-lihat, mulai malas ketika lihat ada tulisan 47500 dalam kemasannya) Eh, ngga jadi deh, mbak. Makasih ya.
Saya siap-siap pulang ketika sadar di sebelah penjual bros adalah penjual DVD bajakan. Hhhmm, DVD Big Fish ada ngga ya? 
Saya: (mulai sibuk menyibak DVD2 bajakan setelah mas-mas yang ditanya menggeleng tidak ada). Keringat yang bercucuran dan hawa panas mungkin yang menyadarkan saya. Fokus..fokus..Saya pun tidak jadi beli DVD.
Akhirnya, saya hampir keluar dari pasar.
Mas-mas: Mbak..mbak, DVD, mbak.
Saya: (mulai tergoda) Ada Big Fish ngga?
Mas-mas: Hmm. Ngga ada, mbak. Ada baru-baru nih (sambil menyodorkan segepok DVD)
Saya: (beneran tergoda dan mulai sibuk mencari)
Saya menyisihkan The Changeling-nya Angelina Jolie dan The Curious Case of Benjamin Button sambil membatin: Etang pasti mendelik kalau tahu (saya) beli ini.
Saya: satunya berapa, mas?
Mas-mas: 10 ribu
Saya: Ih, kok mahal. Bukannya 7 ribu.
Mas-mas: Ngga dapet, mbak. Disini ada garansi kalau rusak boleh tukar.
Saya: Oh, ngga jadi deh (Mulai sadar untuk fokus lagi)
Akhirnya saya betul-betul keluar dari pasar. Saya mulai sadar kalau betis terasa nyut-nyutan. Saya lihat ada kopaja 68 sedang ngetem. Syukurlah, batin saya. Biasanya, kalau saya dari pasar Tebet, selalu jalan kaki untuk kembali ke kantor. Rasanya lebih bijak untuk kaki kalau saya naik bis tersebut. 

*Duh, ada yang bisa kasih tahu saya dimana cari DVD bajakan Big Fish yang bagus tanpa perlu menyibak ratusan DVD? Saya beli sudah lama di ITC Kuningan. Kualitasnya jelek. Filmnya terpotong justru di dua bab terakhir. Oh, akhirnya bagaimana film itu? Hikss..

Buku Pertama, Kesan Pertama

Posted on Multiply, January 20, 2009 2:38 PM

Buku pertama yang saya beli buat Chaska adalah Kapan Hujan Berhenti?-nya Clara Ng (Tanpa maksud promosi ya). Bahkan, buku ini saya beli sewaktu Chaska belum lahir. Saya memang bertekad, sesibuk-sibuknya kami, harus membacakan cerita atau dongeng ke anak. Padahal, saya dan pasangan tidak sesibuk itu, sih.

Jadilah, Chaska sepertinya jatuh cinta dengan buku ini. Dari sekian buku cerita atau dongeng yang saya belikan atau diberi teman, buku ini yang paling menarik perhatian Chaska. Kalau saya atau pasangan membacakan buku lain, Chaska cenderung cuek. Kalaupun memperhatikan, itu karena Chaska mau merobek kertasnya! Buku Rumah Baru si Zebra (Bhuana Ilmu Populer) sudah jadi korban Chaska. Buku itu robek. Pun Kemana si Ulat? (DAR!Mizan) bernasib tidak jauh beda, robek pinggirnya dan lusuh karena diremas. Belum lagi buku-buku yang lain. Sebenarnya, Kapan Hujan Berhenti? juga menjadi korban, hehe.

Setiap kali, kami membacakan Kapan Hujan Berhenti?, Chaska seolah ikut membaca dan larut dalam cerita. Cerita ini memang yang paling sering kami bacakan. Sampai-sampai, kami nyaris hapal isi cerita tersebut. 

"Hujan turun pada malam hari dipeternakan pak Guguuun.." Chaska pun menggumam, "uu..uu"

"Bolehkah kami tidur disini?..."Aa..aa..ooo..uh..uh.."lagi-lagi Chaska menggumam. 

Mungkin, Chaska mau memperhatikan karena warna-warna yang dipakai cerah dan menarik. Gambar lebih mendominasi halaman buku. Ukuran huruf cukup besar dan kalimatnya pendek-pendek. 

Ayo Chaska, baca terus bukumu! Mama ga akan kapok beliin buku baru buat Chaska.

Seperempat abad, berlalu!

Posted on Multiply, December 9, 2008 1:00 PM

Ironis!
Tadi pagi, pukul setengah tujuh lewat. Ucapan itu tertulis dengan jelas di layar HP butut kesayangan. Nomernya tidak saya kenal. Saya memencet tombol reply. Siapa ini? Ikon amplop disudut kanan layar HP menandakan ada pesan masuk. Saya pencet tombol read. Sebuah nama dari masa lalu. Ya, masa lalu! Seseorang yang sudah saya tempeli label 'pengkhianat'. Seseorang ini pernah menjadi teman baik sewaktu masa SMA, meskipun kami tidak satu sekolah. Karena perkara yang kelihatannya tidak sepele, saya menghapus namanya dari daftar "teman baik". Saya depak dia dari kehidupan. Saya hapus namanya dari phonebook. Nomer handhone-nya, nomer telepon rumahnya, yahoo messenger-nya. Hapus semua. Saya marah!
Namun, hubungan tidak berhenti disitu. Dia masih tetap menghubungi saya. Saya juga pernah menghubunginya lewat yahoo messenger. Hanya karena saya belum bisa menghapus id-nya itu dari kepala. 
Kini, hari ini. Ucapan yang tidak begitu saya harapkan terkirim dari nomer barunya (Sial, saya masih hapal nomer handphone-nya). Saya pun membatin. Perlukah rasa ini saya pelihara? 

Jangan Jadi Kikir Untuk Hemat (bagian tiga, habis)

Posted on Multiply, November 5, 2008 3:14 PM

Ini cerita tentang bapak mertua:

Cerita 1

Galon di rumah jatuh dan pecah sewaktu pasangan mengganti galon yang airnya sudah habis.  
Saya: Ya udah. Beli yang baru aja. Berapa ya harganya?
Ines (adik ipar): 52 ribu, mbak Yo.
Saya: Ya udah. Besok aja belinya.
Papa: (sibuk mencari-cari sesuatu di tas peralatannya)
Saya: (bertanya ke pasangan) Papa lagi ngapain?
Etang: Ga tau...Ngapain sih, pa?
Papa: Nyari lem besi
Etang: Buat apa?
Papa: Buat nge-lem galon.
Saya: Udah, pa. Ngga usah. Beli yang baru aja. Itu kan udah bocor.
Papa: Ngga. Itu masih bisa dipake. Ngga usah beli.
Saya: (mengangkat bahu)
Dua hari kemudian
Saya: Itu galon kenapa?
Etang: Bocor?
Saya: (sedikit menyindir) Bukannya udah dilem?
Etang: (Senyum-senyum)

Cerita 2Suatu hari, bapak mertua diminta menjemput saudara yang kemalaman. Jam menunjukkan pukul 10.30 WIB

Saya: Itu, Tong. Kasih uang ojek ke papa. Uangnya di dompet.
Papa: Ngga usah. Nanti Papa jalan kaki aja.
Saya: Ih, papa. Ini udah malem. Papa juga belum makan. Ngga! Naek ojek!
Etang: (memberi uang untuk bayar ojek)
....
Lima belas menit kemudian, saudara tersebut sudah sampai di rumah, sendiri.
Saya: Lha, papa mana?
Saudara: Katanya nyusul. Nok disuruh duluan
Kami: Oooo
....
Lima belas menit kemudian
Mama: Si Papa kemana sih?
Ines: Jangan-jangan jalan kaki
Etang: Bisa jadi
....
Saat papa pulang
Ines: Papa! Lama banget? Jalan kaki ya?
Papa: (mesam mesem, pertanda benar, beliau jalan kaki)
Saya: (menggeleng kepala)
___________________________________________________
Cerita-cerita di atas cuma beberapa contoh kebiasaan mertua yang menurut saya kebangetan. Entah kebangetan pelit atau kebangetan hemat. Saya sendiri bingung kenapa kebiasaan itu ada di mertua. 
Saya pernah berbicara dengan pasangan soal kebiasaan mertua. Begini:
Saya: Mereka kenapa sih, Tong? Sejak dulu kayak begitu atau bagaimana?
Etang: Hmmm..
Saya: Apa sejak bangkrut?
Etang: Yo'i
Saya: Hhhh..
Jadi, keluarga pasangan dulu pernah hidup berkecukupan. Sampai suatu hari, usaha tambak papa, yang waktu itu tulang punggung keluarga, bangkrut. Dimulainya kebiasaan yang mereka anggap berhemat itu. 
Alamaak!